zwani.com myspace graphic comments

Trafo

Monday, April 19, 2010

A.Kerugian trafo:

  1. kerugian tembaga. Kerugian dalam lilitan tembaga yang disebabkan oleh resistansi tembaga dan arus listrik yang mengalirinya.
  2. Kerugian kopling. Kerugian yang terjadi karena kopling primer-sekunder tidak sempurna, sehingga tidak semua fluks magnet yang diinduksikan primer memotong lilitan sekunder. Kerugian ini dapat dikurangi dengan menggulung lilitan secara berlapis-lapis antara primer dan sekunder.
  3. Kerugian kapasitas liar. Kerugian yang disebabkan oleh kapasitas liar yang terdapat pada lilitan-lilitan transformator. Kerugian ini sangat mempengaruhi efisiensi transformator untuk frekuensi tinggi. Kerugian ini dapat dikurangi dengan menggulung lilitan primer dan sekunder secara semi-acak (bank winding)
  4. Kerugian histeresis. Kerugian yang terjadi ketika arus primer AC berbalik arah. Disebabkan karena inti transformator tidak dapat mengubah arah fluks magnetnya dengan seketika. Kerugian ini dapat dikurangi dengan menggunakan material inti reluktansi rendah.
  5. Kerugian efek kulit. Sebagaimana konduktor lain yang dialiri arus bolak-balik, arus cenderung untuk mengalir pada permukaan konduktor. Hal ini memperbesar kerugian kapasitas dan juga menambah resistansi relatif lilitan. Kerugian ini dapat dikurang dengan menggunakan kawat Litz, yaitu kawat yang terdiri dari beberapa kawat kecil yang saling terisolasi. Untuk frekuensi radio digunakan kawat geronggong atau lembaran tipis tembaga sebagai ganti kawat biasa.
  6. Kerugian arus eddy (arus olak). Kerugian yang disebabkan oleh GGL masukan yang menimbulkan arus dalam inti magnet yang melawan perubahan fluks magnet yang membangkitkan GGL. Karena adanya fluks magnet yang berubah-ubah, terjadi olakan fluks magnet pada material inti. Kerugian ini berkurang kalau digunakan inti berlapis-lapisan.


B.Efisiensi Trafo: Karena adanya kerugian pada transformator. Maka efisiensi transformator tidak dapat mencapai 100%. Untuk transformator daya frekuensi rendah, efisiensi bisa mencapai 98%.

C.Pendinginan Trafo: Pada inti besi dan kumparan-kumparan akan timbul panas akibat rugi-rugi besi dan rugi-rugi tembaga. Bila panas tersebut mengakibatkan kenaikan suhu yang berlebihan, akan merusak isolasi di dalam trafo, maka untuk mengurangi kenaikan suhu yang berlebihan tersebut trafo perlu dilengkapi dengan sistem pendingin untuk menyalurkan panas keluar trafo.


D.Impedansi Trafo: Impedansi urutan postif transformator sama dengan impedansi urutan negatifnya. Besar impedansi urutan positif transformator sama dengan impedansi bocor transformator yang terdapat pada nameplate transformator tersebut dalam besaran % p.u

Trafo daya yang digunakan pada GI Cimanggis adalah trafo daya dengan hubungan belitan Y – Y grounded sehingga besar impedansi urutan nolnya sebesar.

Zt0 = Zt + 3 Rn.

E.Trafo Instrumen: Bisa di sebut juga trafo pengukura.

Fungsi trafo instrument adalah untuk mendapatkan besarkan ukur untuk kepentingan pengukur, proteksi dan control.

Trafo instrument / pengukuran terdiri dari :

Trafo Arus (CT) berfungsi untuk menurunkan Arus besar pada tegangan tinggi menjadi arus yang lebih kecil pada tegangan rendah.
Prinsip kerja Trafo Arus adalah : identik dengan trafo tenaga satu phasa, hanya pada trafo arus tidak diatur oleh beban pada rangkaian primer tetapi ditentukan oleh system suplai pada sisi primer. Tegangan yang dibangkitkan oleh fluks bolak-balik.

Trafo Tegangan (PT) berfungsi untuk menurunkan tegangan tinggi, menengah menjadi tegangan rendah.
Prinsip kerja Trafo Tegangan adalah identik dengan trafo tenaga satu phasa, hanya dalam trafo tegangan arus dan dayanya kecil.

F.Trafo Tegangan: Suatu peralatan tenaga listrik yang berfungsi untuk menyalurkan tenaga/daya listrik dari tegangan tinggi ke tegangan rendah atau sebaliknya (mentransformasikan tegangan). Dalam operasi umumnya, trafo-trafo tenaga ditanahkan pada titik netralnya sesuai dengan kebutuhan untuk sistem pengamanan/proteksi, sebagai contoh transformator 150/70 kV ditanahkan secara langsung di sisi netral 150 kV, dan transformator 70/20 kV ditanahkan dengan tahanan di sisi netral 20 kV nya. Transformator yang telah diproduksi terlebih dahulu melalui pengujian sesuai standar yang telah ditetapkan.

G.Trafo Arus:

Mentrasfer arus sisi intalasi primer ke sisi intalasi sekunder sesuia dengan keperluan.

Trafo arus dibagi menjadi 2 kelas, yaitu:
• Transformator arus kelas H (reaktansi bocor tinggi)
• Transformator arus kelas L (reaktansi bocor rendah)
Keduanya mempunyai standar ketelitian 2,5% dan 10%.

H.Autotrasformator:

Transformator jenis ini hanya terdiri dari satu lilitan yang berlanjut secara listrik, dengan sadapan tengah. Dalam transformator ini, sebagian lilitan primer juga merupakan lilitan sekunder. Fasa arus dalam lilitan sekunder selalu berlawanan dengan arus primer, sehingga untuk tarif daya yang sama lilitan sekunder bisa dibuat dengan kawat yang lebih tipis dibandingkan transformator biasa. Keuntungan dari autotransformator adalah ukuran fisiknya yang kecil dan kerugian yang lebih rendah daripada jenis dua lilitan. Tetapi transformator jenis ini tidak dapat memberikan isolasi secara listrik antara lilitan primer dengan lilitan sekunder.

Selain itu, autotransformator tidak dapat digunakan sebagai penaik tegangan lebih dari beberapa kali lipat (biasanya tidak lebih dari 1,5 kali).

MAKELAR KASUS PERPAJAKAN DI INDONESIA


Pengadilan pajak mendadak menjadi sorotan, menyusul munculnya kasus Gayus Tambunan, pegawai pajak yang tersangkut mafia pajak. Pasalnya, sepanjang kariernya di Direktorat Jenderal Pajak, Gayus banyak menangani kasus keberatan ataupun banding oleh wajib pajak badan atau perusahaan.

Disinyalir, saat menangani kasus banding dengan wajib pajak (WP) dan berperkara di pengadilan, Gayus menerima uang hingga miliaran rupiah dari WP. Direktur Direktorat Kepatuhan Internal Transformasi Sumber Daya Aparatur (KITSDA) Ditjen Pajak Bambang Basuki mengatakan, pihaknya terus menelusuri kasus Gayus, termasuk perkara-perkara di pengadilan pajak yang pernah ditangani oleh Gayus.

"Kami mencari sendiri. Terus menelusuri sekitar Gayus, baik atasannya maupun kasus-kasus yang di pengadilan pajak. Ya, yang sebatas lingkup Ditjen Pajak," kata Bambang saat dihubungi Kompas.com di Jakarta, Senin (29/3/2010).

Bambang menjelaskan, peradilan pajak adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang mengurusi masalah khusus sengketa pajak. Adapun untuk pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan dilakukan oleh Kementerian Keuangan.

Pengadilan pajak ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang pengadilan pajak. Dijelaskannya, WP dapat mengajukan keberatan atas penghitungan bayar pajak ke pengadilan pajak ini. "Jadi teknisnya MA, tetapi secara administrasinya itu Kementerian Keuangan (Kemkeu). Pegawainya memang dari Kemkeu, tetapi hakimnya, hakim MA," ujar Bambang.

Sejak awal 2007 hingga pertengahan 2007, Gayus bertugas di Subdirektorat Bidang Keberatan Pajak. Selanjutnya, Gayus pindah ke Subdirektorat Banding hingga sekarang. Bambang mengakui, saat berperkara dengan WP di pengadilan, Gayus memenangkan penolakan Ditjen Pajak atas keberatan yang diajukan WP. Dari 17 proses yang ditangani Gayus, sekitar 15 kasus dimenangi oleh Ditjen Pajak.

Namun, saat Gayus menangani kasus pada pertengahan 2007 hingga awal 2010, hasilnya mengejutkan. Dari 51 kasus banding, sebanyak 40 kasus dikabulkan oleh pengadilan. Artinya, 40 kali Ditjen Pajak kalah.

Mantan Kepala Bareskrim Mabes Polri Komisaris Jenderal Polisi Susno Duadji mengantongi tiga nama makelar kasus yang bercokol di Mabes Polri.

"Gayus Tambunan itu bukan makelar kasus, tapi dia hanya pion, dia hanya korban," katanya ketika diwawancarai pemandu bedah buku 'Bukan Testimoni Susno' per telepon dari Surabaya, Minggu.

Di hadapan puluhan peserta bedah buku dalam rangkaian "Kompas Gramedia Fair 2010" itu, Susno juga sempat diwawancarai lewat telepon seluler (ponsel) oleh tiga warga kota Surabaya yang mengikuti bedah buku terbitan PT Gramedia Pustaka Utama setebal 138 halaman itu.

Menurut Susno yang pernah menjabat Wakapolwiltabes Surabaya itu, makelar kasus yang sebenarnya itu menghubungkan rekayasa perkara dari kepolisian, kejaksaan, hingga kehakiman.

"Dia (makelar kasus yang sebenarnya) itu mempunyai kekuatan yang hebat, karena dia mampu menghubungkan kepolisian, kejaksaan dan kehakiman," katanya.

Ucapan itu, katanya, membuat dirinya sempat diminta untuk membuktikannya. "Saya katakan, saya ibarat pelapor. Pelapor kok disuruh membuktikan, ya mereka yang harus membuktikan bahwa hal itu tidak benar," katanya.

Dalam bedah buku itu, penulisnya, IzHarry Agusjaya Moenzir, menyebutkan jumlah makelar kasus yang bercokol di Mabes Polri ada tiga nama. "Saya yakin, Pak Susno akan mengungkapkannya, tapi dia masih menyimpannya. Nanti, semuanya akan diungkap satu per satu," katanya.

Penulis buku yang juga anggota Dewan Kehormatan PWI itu menegaskan, Susno Duadji sendiri menyebutkan Gayus Tambunan itu masih merupakan episode awal.

"Pak Susno mengakui reformasi di Polri akan sulit bila makelar kasus masih ada di ruang yang tak jauh dari ruang Kapolri dan Wakapolri," katanya.

Menurutnya, Susno Duadji sudah lama membenahi masalah itu "dari dalam" (internal), tapi tidak pernah didengar, bahkan dirinya justru menjadi korban berkali-kali.

"Sewaktu menjabat Wakapolwiltabes Surabaya, Pak Susno pernah di-nonjob-kan, karena dia tak mengikuti perintah untuk menghentikan kasus upal (uang palsu) yang melibatkan dua jenderal di TNI," katanya.

Ketika menjadi Kapolda Jabar pun, Susno pernah ditawari setoran senilai Rp10 miliar dari kasus minuman keras.

"Pak Susno bilang setoran itu masih dari satu kasus, padahal di kepolisian itu banyak yang semacam itu. Masih ada kasus judi, VCD bajakan, prostitusi, dan banyak setoran-setoran dari dunia kejahatan lainnya," katanya.

IzHarry Agusjaya Moenzir menambahkan "Bukan Testimoni Susno" merupakan buku karyanya yang ke-15 dan paling laku keras, karena hingga kini sudah terjual 23.000 eksemplar.

Tak Cukup Copot Perwira Polisi

Pada bagian lain, Susno Duadji menilai pencopotan perwira polisi yang terkait kasus Gayus Tambunan tak cukup. "Terlibat dalam rekayasa perkara itu merupakan tindak pidana. Karena itu, seharusnya bukan dicopot, melainkan dimasukkan sel tahanan," katanya.

"Kalau dicopot, perwira itu masih bisa menjabat lagi. Jadi, masyarakat jangan cepat puas dengan adanya pencopotan itu karena perwira polisi itu memang nggak pantas jadi polisi," katanya.

Ia mengemukakan hal itu menanggapi langkah Kapolri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri yang menonaktifkan atau mengganti Brigjen Edmon Ilyas supaya tidak mengganggu proses pemeriksaan dalam perkara Gayus Tambunan.

Selain mengganti Edmon yang menjabat Kapolda Lampung itu, Kapolri juga menonaktifkan perwira menengah di Direktorat II Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, Kompol Arafat. Namun, Brigjen Pol. Radja Erizman yang juga diduga terlibat belum dinonaktifkan.

Anggota Badan Anggaran DPR Romahurmuziy mengatakan, kasus pegawai Direktorat Jenderal Pajak Gayus Tambunan yang memiliki tabungan Rp 25 miliar merupakan gambaran adanya makelar kasus (markus) di dunia perpajakan.

"Terkuaknya kasus Gayus Tambunan menunjukkan ada tindakan dari markus yang membocorkan keuangan negara sebelum tercatat sebagai transaksi keuangan dalam akuntansi negara," kata Romahurmuziy, Senin (29/3/2010).

Romahurmuzy mengatakan, dari keterangan Gayus Tambunan dan pihak lainnya yang dikutip media massa, diduga Gayus adalah penampung dan bukan pelaku markus sebenarnya, karena yang bersangkutan hanya staf biasa di Ditjen Pajak.

Untuk memperbaiki kinerja di Ditjen Pajak, dia mengusulkan sistem pengendalian di Ditjen Pajak harus dievaluasi lebih dahulu. UU No 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara menyebutkan kewenangan tersebut harus diimplementasikan oleh Badan Pemerika Keuangan (BPK) yang bertugas menilai tingkat kekuatan pengendalian dari obyek pemeriksaan.

Pasal 4 ayat 3 UU No 15 tahun 2004 berbunyi, Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas.

"Dalam persoalan ini yang perlu didorong penegakan hukum dan peran utama dari BPK yang seharusnya melakukan evaluasi atas sistem pengendalian intern di Ditjen Pajak terkait pengamanan pendapatan negara dari sektor pajak," kata Sekretaris Fraksi PPP DPR ini.

Dijelaskannya, kasus Gayus Tambunan ini mungkin terjadi karena dalam UU Perpajakan ada klausul yang menyebutkan petugas di Ditjen Pajak bisa melakukan rapat rahasia, sehingga hanya petugas pajak dan Tuhan yang mengetahui data wajib pajak yang sebenarnya.

Self assesment ini, katanya, sudah diterapkan sejak 1984 ditambah ketentuan rahasia pajak, serta petugas pajak yang bermoral kurang baik, maka kolaborasi kantor akuntan publik dan konsultan pajak, semakin memperkuat praktik kecurangan dan pembocoran pendapatan negara dari sektor pajak.

"Self assesment baru diterapkan jika kontrol dan kultur masyarakat mendukung yang membuat sistem pengendalian internal menjadi tidak efektif," katanya.

SOO kenapa rakyat harus membayar PAJAK bila uang dari pajak tersebut tidak di pakai sesuai aturan yang berlaku.

Apakah rakyat harus member makan para koruptor????

PERJANJIAN – PERJANJIAN PERBATASAN NEGARA


Perjanjian perbatasan negara di buat oleh Negara kita sendiri yaitu INDONESIA intuk melindungi negara kita dari oknum – oknum yang tidak bertanggung jawab. Dengan mengikuti aturan – aturan yang berlaku di hukum Internasional.

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melakukan penyelesaian masalah garis batas landas kontinen dengan negara-negara sahabat dengan semangat good neighboorhood policy atau semangat kebijakan negara bertetangga yang baik di antaranya dengan negara sahabat Malaysia, Thailand, Australia dan India.

1. Perjanjian RI dan Malaysia
- Penetapan garis batas landas kontinen kedua negara di Selat Malaka dan laut Cina Selatan
- Ditandatangai tanggal 27 oktober 1969
- Berlaku mulai 7 November 1969

2. Perjanjian Republik Indonesia dengan Thailand
- Penetapan garis batas landas kontinen kedua negara di Selat Malaka dan laut andaman
- Ditandatangai tanggal 17 Desember 1971
- Berlaku mulai 7 April 1972

3. Perjanjian Republik Indonesia dengan Malaysia dan Thailand
- Penetapan garis batas landas kontinen bagian utara
- Ditandatangai tanggal 21 Desember 1971
- Berlaku mulai 16 Juli 1973

4. Perjanjian RI dengan Australia
- Penetapan atas batas dasar laut di Laut Arafuru, di depan pantai selatan Pulau Papua / Irian serta di depan Pantau Utara Irian / Papua
- Ditandatangai tanggal 18 Mei 1971
- Berlaku mulai 19 November 1973

5. Perjanjian RI dengan Australia (Tambahan Perjanjian Sebelumnya)
- Penetapan atas batas-batas dasar laut di daerah wilayah Laut Timor dan Laut Arafuru
- Ditandatangai tanggal 18 Mei 1971
- Berlaku mulai 9 Oktober 1972

6. Perjanjian RI dengan India
- Penetapan garis batas landas kontinen kedua negara di wilayah Sumatera / Sumatra dengan Kepulauan Nikobar / Nicobar
- Ditandatangai tanggal 8 Agustus 1974
- Berlaku mulai 8 Agustus 1974

PERSOALAN PERBATASAN NEGARA INDONESIA

Friday, April 09, 2010
INDONESIA merupakan negara kepulauan dengan garis pantai sekitar 81.900 kilometer, memiliki wilayah perbatasan dengan banyak negara baik perbatasan darat (kontinen) maupun laut (maritim). Batas darat wilayah Republik Indonesia berbatasan langsung dengan negara-negara Malaysia, Papua New Guinea (PNG) dan Timor Leste. Perbatasan darat Indonesia tersebar di tiga pulau, empat Provinsi dan 15 kabupaten/kota yang masing-masing memiliki karakteristik perbatasan yang berbeda-beda. Demikian pula negara tetangga yang berbatasannya baik bila ditinjau dari segi kondisi sosial, ekonomi, politik maupun budayanya. Sedangkan wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste dan Papua Nugini (PNG). Wilayah perbatasan laut pada umumnya berupa pulau-pulau terluar yang jumlahnya 92 pulau dan termasuk pulau-pulau kecil. Beberapa diantaranya masih perlu penataan dan pengelolaan yang lebih intensif karena mempunyai kecenderungan permasalahan dengan negara tetangga.
Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM-Nasional 2004-2009) telah menetapkan arah dan pengembangan wilayah Perbatasan Negara sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional. Pembangunan wilayah perbatasan memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan misi pembangunan nasional, terutama untuk menjamin keutuhan dan kedaulatan wilayah, pertahanan keamanan nasional, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat di wilayah perbatasan. Paradigma baru, pengembangan wilayah-wilayah perbatasan adalah dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi “inward looking”, menjadi “outward looking” sehingga wilayah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Pendekatan pembangunan wilayah Perbatasan Negara menggunakan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) dengan tidak meninggalkan pendekatan keamanan (security approach). Sedangkan program pengembangan wilayah perbatasan (RPJM Nasional 2004-2009), bertujuan untuk : (a) menjaga keutuhan wilayah NKRI melalui penetapan hak kedaulatan NKRI yang dijamin oleh Hukum Internasional; (b) meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan budaya serta keuntungan lokasi geografis yang sangat strategis untuk berhubungan dengan negara tetangga. Disamping itu permasalahan perbatasan juga dihadapkan pada permasalahan keamanan seperti separatisme dan maraknya kegiatan-kegiatan ilegal.
Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2005 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2006 (RKP 2006) telah pula menempatkan pembangunan wilayah perbatasan sebagai prioritas pertama dalam mengurangi disparitas pembangunan antarwilayah, dengan program-program antara lain : Percepatan pembangunan prasarana dan sarana di wilayah perbatasan, pulau-pulau kecil terisolir melalui kegiatan : (i) pengarusutamaan DAK untuk wilayah perbatasan, terkait dengan pendidikan, kesehatan, kelautan dan perikanan, irigási, dan transportasi, (ii) penerapan skim kewajiban layanan publik dan keperintisan untuk transportasi dan kewajiban layanan untuk telekomunikasi serta listrik pedesaan; Pengembangan ekonomi di wilayah Perbatasan Negara; Peningkatan keamanan dan kelancaran lalu lintas orang dan barang di wilayah perbatasan, melalui kegiatan : (i) penetapan garis batas negara dan garis batas administratif, (ii) peningkatan penyediaan fasilitas kapabeanan, keimigrasian, karantina, komunikasi, informasi, dan pertahanan di wilayah Perbatasan Negara (CIQS); Peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah yang secara adminstratif terletak di wilayah Perbatasan Negara.
Komitmen pemerintah melalui kedua produk hukum ini pada kenyataannya belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya karena beberapa faktor yang saling terkait, mulai dari segi politik, hukum, kelembagaan, sumberdaya, koordinasi, dan faktor lainnya.
Sebagian besar wilayah perbatasan di Indonesia masih merupakan daerah tertinggal dengan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi yang masih sangat terbatas. Pandangan dimasa lalu bahwa daerah perbatasan merupakan wilayah yang perlu diawasi secara ketat karena menjadi tempat persembunyian para pemberontak telah menjadikan paradigma pembangunan perbatasan lebih mengutamakan pada pendekatan keamanan dari pada kesejahteraan. Sebagai wilayah perbatasan di beberapa daerah menjadi tidak tersentuh oleh dinamika sehingga pembangunan dan masyarakatnya pada umumnya miskin dan banyak yang berorientasi kepada negara tetangga. Di lain pihak, salah satu negara tetangga yaitu Malaysia, telah membangun pusat-pusat pertumbuhan dan koridor perbatasannya melalui berbagai kegiatan ekonomi dan perdagangan yang telah memberikan keuntungan bagi pemerintah maupun masyarakatnya. Demikian juga Timor Leste, tidak tertutup kemungkinan dimasa mendatang dalam waktu yang relatif singkat, melalui pemanfaatan dukungan internasional, akan menjadi negara yang berkembang pesat, sehingga jika tidak diantisipasi provinsi NTT yang ada di perbatasan dengan negara tersebut akan tetap tertinggal.
Dengan berlakunya perdagangan bebas baik ASEAN maupun internasional serta kesepakatan serta kerjasama ekonomi baik regional maupun bilateral, maka peluang ekonomi di beberapa wilayah perbatasan darat maupun laut menjadi lebih terbuka dan perlu menjadi pertimbangan dalam upaya pengembangan wilayah tersebut. Kerjasama sub-regional seperti AFTA (Asean Free Trade Area), IMS-GT (Indonesia Malaysia Singapura Growth Triangle), IMT-GT (Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle), BIMP-EAGA (Brunei, Indonesia, Malaysia, Philipina-East Asian Growth Area) dan AIDA (Australia Indonesia Development Area) perlu dimanfaatkan secara optimal sehingga memberikan keuntungan kedua belah pihak secara seimbang. Untuk melaksanakan berbagai kerjasama ekonomi internasional dan sub-regional tersebut Indonesia perlu menyiapkan berbagai kebijakan dan langkah serta program pembangunan yang menyeluruh dan terpadu sehingga Indonesia tidak akan tertinggal dari negara-negara tetangga yang menyebabkan sumberdaya alam yang tersedia terutama di wilayah perbatasan akan tersedot keluar tanpa memberikan keuntungan bagai masyarakat dan pemerintah. Sarana dan prasarana ekonomi dan sosial yang dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan kerjasama bilateral dan sub-regional perlu disiapkan. Penyediaan sarana dan prasarana ini tentunya membutuhkan biaya yang sangat besar, oleh karena itu diperlukan penentuan prioritas baik lokasi maupun waktu pelaksanaannya.
Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan ini diharapkan dapat memberikan prinsip-prinsip pengembangan wilayah Perbatasan Negara sesuai dengan karakteristik fungsionalnya untuk mengejar ketertinggalan dari daerah di sekitarnya yang lebih berkembang ataupun untuk mensinergikan dengan perkembangan negara tetangga. Selain itu, kebijakan dan strategi ini nantinya juga ditujukan untuk menjaga atau mengamankan wilayah Perbatasan Negara dari upaya-upaya eksploitasi sumberdaya alam yang berlebihan, baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun yang dilakukan dengan dorongan kepentingan negara tetangga, sehingga kegiatan ekonomi dapat dilakukan secara lebih selektif dan optimal.
Perbatasan darat di Kalimantan, beberapa titik batas, belum tuntas disepakati oleh kedua belah pihak. melalui Forum General Border Committee (GBC) dan Joint Indonesia Malaysia Boundary Committee (JIMBC), badan formal bilateral. Permasalahan lain antarkedua negara adalah masalah pelintas batas, penebangan kayu ilegal, dan penyelundupan.
Penentuan batas maritim Indonesia-Malaysia di beberapa bagian wilayah perairan Selat Malaka masih belum disepakati kedua negara. Ketidakjelasan batas maritim tersebut sering menimbulkan friksi di lapangan antara petugas lapangan dan nelayan Indonesia dengan pihak Malaysia.
Masalah dengan Singapura adalah mengenai penambangan pasir laut di perairan sekitar Kepulauan Riau yang telah berlangsung sejak tahun 1970. Kegiatan tersebut telah mengakibatkan dikeruknya jutaan ton pasir setiap hari dan mengakibatkan kerusakan ekosistem pesisir pantai yang cukup parah. Selain itu mata pencaharian nelayan yang semula menyandarkan hidupnya di laut, terganggu oleh akibat penambangan pasir laut. Kerusakan ekosistem yang diakibatkan oleh penambangan pasir laut telah menghilangkan sejumlah mata pencaharian para nelayan.
Penambangan pasir laut juga mengancam keberadaan sejumlah pulau kecil karena dapat menenggelamkannya, misalnya Pulau Nipah. Tenggelamnya pulau-pulau kecil tersebut menimbulkan kerugian besar bagi Indonesia, karena dengan perubahan pada kondisi geografis pantai akan berdampak pada penentuan batas maritim dengan Singapura di kemudian hari.
Salah satu isu perbatasan yang harus dicermati adalah belum adanya kesepakatan tentang batas maritim antara Indonesia dengan Filipina di perairan utara dan selatan Pulau Miangas yang dilakukan melalui Forum RI-Filipina yakni Joint Border Committee (JBC) dan Joint Commission for Bilateral Cooperation (JCBC).
Masalah perbatasan dengan Australia adalah penentuan batas yang baru RI-Australia, di sekitar wilayah Celah Timor yang perlu dilakukan secara trilateral bersama Timor Leste. Sedangkan perjanjian perbatasan RI-Australia yang meliputi perjanjian batas landas kontinen dan batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) mengacu pada Perjanjian RI- Australia yang ditandatangani pada tanggal 14 Maret 1997.
Dengan Papua Nugini, kendala kultur dapat menyebabkan timbulnya salah pengertian antara kedua negara. Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antar-penduduk yang terdapat di kedua sisi perbatasan, menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional dapat berkembang menjadi masalah kompleks di kemudian hari.
Indonesia dan PNG telah menyepakati batas-batas wilayah darat dan maritim.
Dengan Vietnam, perbedaan pemahaman di kedua negara mengenai wilayah perbatasan antara Pulau Sekatung di Kepulauan Natuna dan Pulau Condore di Vietnam yang berjarak tidak lebih dari 245 mil yang memiliki kontur landas kontinen tanpa batas benua. Sejauh ini kedua negara belum sepakat mengenal batas perairan ZEE Palau dengan ZEE Indonesia yang terletak di utara Papua. Akibat hal ini, sering timbul perbedaan pendapat tentang pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh para nelayan kedua pihak.
Masalah di perbatasan kedua negara adalah sejumlah masyarakat Timor Leste yang berada diperbatasan masih menggunakan mata uang rupiah, bahasa Indonesia, serta berinteraksi secara sosial dan budaya dengan masyarakat Indonesia.
Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antarwarga desa yang terdapat di kedua sisi perbatasan. Hal ini dapat menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional, dapat berkembang menjadi masalah yang lebih kompleks. Di samping itu, keberadaan pengungsi Timor Leste yang masih berada di wilayah Indonesia dalam jumlah yang cukup besar potensial menjadi permasalahan perbatasan di kemudian hari.
Pendefinisian Batas wilayah Negara dari sumber yang dapat dikutip adalah batas-batas imajiner pada permukaan bumi yang memisahkan wilayah negara dengan negara lain yang umumnya terdiri dari perbatasan darat, laut dan udara.
Di dalam hukum internasional, diakui secara politik dan secara hukum bahwa minimal tiga unsur yang harus dipenuhi untuk berdirinya sebuah negara yang merdeka dan berdaulat yaitu:1) rakyat; 2) wilayah; 3) pemerintahan; 4) pengakuan dunia internasional (ini tidak mutlak). Kalau tidak ada pun tidak menyebabkan sebuah negara itu tidak berdiri
Wilayah sebuah negara itu harus jelas batas-batasnya, ada batas yang bersifat alami, ada batas-batas yang buatan manusia. Batas yang bersifat alami, misalnya sungai, pohon, danau, sedangkan yang bersifat buatan manusia, bisa berupa tembok, tugu, termasuk juga perjanjian-perjanjian internasional. Batas-batas tersebut kita fungsikan sebagai pagar-pagar yuridis, pagar-pagar politis berlakunya kedaulatan nasional Indonesia dan yurisdiksi nasional Indonesia.
Sebuah negara diakui merdeka dan berdaulat atas wilayah tertentu yang dalam hukum internasional disebut "A defined territory" atau batas wilayah tertentu yang pasti. Terkait dengan persoalan penentuan luas wilayah negara, didasarkan pada faktor-faktor tertentu yaitu: dari segi historis, politis, atau hukum.
Begitu juga perubahan yang terjadi atas wilayah-wilayah, seperti berkurang, bertambah, faktor-faktor yang menentukan adalah faktor politis dan faktor hukum, seperti hilangnya Pulau Sipadan-Ligitan.
Masalah perbatasan menunjukkan betapa urgensinya tentang penetapan batas wilayah suatu negara secara defenitif yang diformulasikan dalam bentuk perundang-undangan nasional, terlebih lagi bagi Indonesia, sebagai negara kepulauan yang sebagian besar batas wilayahnya terditi atas perairan yang tunduk pada pengaturan ketentuan-ketentuan Hukum Laut Internasional dan sisanya berupa batas wilayah daratan dengan negara-negara tetangganya.
Perbatasan bukan hanya semata-mata garis imajiner yang memisahkan satu daerah dengan daerah lainnya, tetapi juga sebuah garis dalam daerah perbatasan terletak batas kedaulatan dengan hak-hak kita sebagai negara yang harus dilakukan dengan undang-undang sebagai landasan hukum tentang batas wilayah NKRI yang diperlukan dalam penye- lenggaraan pemerintahan negara.
Oleh karena itu pengaturan mengenai batas wilayah ini perlu mendapat perhatian untuk menjaga keutuhan wilayah dan kedaulatan Indonesia. Jelasnya batas wilayah NKRI sangat diperlukan untuk penegakan hukum dan sebagai wujud penegakan kedaulatan. Sebab itu UU ini sangat penting untuk dapat diselesaikan oleh DPR.
Undang-undang ini harus memuat apa konsep NKRI, batas kedaulatan nasional, apa yang merupakan yurisdiksi nasional, dan apa pula yang menjadi kewajiban-kewajiban internasional yang harus dipatuhi, harus memuat definisi yang jelas tentang batas, perbatasan, wilayah perbatasan dan tapal tapal batas wilayah, siapa yang dikenakan kewajiban menjadi leading sector dalam implementasi undang-undang batas wilayah NKRI ini.
PEMBENTUKAN dan perancangan undang-undang (UU) tentang Batas Wilayah NegarA Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah menjadi usul inisiatif DPR sebagai salah satu Rancangan Undang-Undang (RUU) yang sangat penting pada masa transisi ini. Tentu saja RUU itu merupakan hal baru terutama dari segi substansi dan pelaksanaan operasionalnya. Terbukti sampai sekarang Indonesia belum bisa menentukan dan menetapkan batas wilayah negaranya serta belum mempunyai UU mengenai batas wilayah negara.
RUU itu merupakan amanah dari konstitusi negara sebagaimana tercantum dalam Amendemen Kedua UUD 1945 dalam Pasal 25 A, "Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang." Hal ini menyiratkan bahwa mutlak diperlukan UU yang mengatur perbatasan sebagai dasar kebijakan dan strategi untuk mempertahankan kedaulatan NKRI, memperjuangkan kepentingan nasional dan keselamatan bangsa, memperkuat potensi, pemberdayaan dan pengembangan sumber daya alam bagi kemakmuran seluruh bangsa Indonesia sesuai dengan UUD 1945.
Selain itu pula RUU Batas Wilayah ini menjadi salah satu Prioritas Program Pembangunan Nasional (Propenas) Repeta 2003 yang diharapkan dapat diselesaikan pada tahun 2004. Batas wilayah negara RI mengandung berbagai masalah, seperti garis batas yang belum jelas, pelintas batas, pencurian sumber daya alam, dan kondisi geografi yang merupakan sumber masalah yang dapat mengganggu hubungan antarnegara, terutama posisi Indonesia dii kawasan Asia Tenggara.
Selama ini pula penyelesaian penetapan garis batas wilayah darat dilakukan dengan perjanjian perbatasan yang masih menimbulkan masalah dengan negara-negara tetangga yang sampai sekarang belum tuntas sepenuhnya. Misalnya kesepakatan bersama dengan Timor Leste tentang Garis Batas Laut belum dilakukan.
Begitu juga halnya dengan Republik Palau di daerah utara laut Halmahera belum ada pertemuan bersama. Sedangkan garis batas darat masih ada permasalahan yang belum terselesaikan, antara lain dengan Malaysia di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur yang disepakati diselesaikan melalui General Border Committee (GBC) antara kedua negara, dan dengan Papua Nugini di sepanjang Provinsi Papua sebelah timur, sedangkan dengan Timor Lorosae di sepan- jang timur Nusa Tenggara Timur.
Banyaknya kasus pelanggaran hukum di wilayah perbatasan seperti penyelundupan, kegiatan terorisme, pengambilan sumber daya alam oleh warga negara lain, dan banyaknya nelayan Indonesia yang ditangkap oleh polisi negara lain karena nelayan Indonesia melewati batas wilayah negara lain akibat tidak jelasnya batas wilayah negara.
Masalah lain adalah ketidakjelasan siapa yang berwenang dan melakukan koordinasi terhadap masalah-masalah perbatasan antara Indonesia dan negara-negara tetangga, mulai dari masalah konflik di wilayah perbatasan antara masyarakat perbatasan, siapa yang bertugas mengawasi wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar, sampai kepada siapa yang berwenang mengadakan kerja sama dan perundingan dengan negara-negara tetangga, misalnya tentang penentuan garis batas kedua negara.